Draft Sudah Final, UU Telah Disahkan, Isinya Masih Carut-marut !!!

Jember, Pak JITU.com – Draf sudah final. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana UU NO 1/2023 (KUHP) tetap mengatur ancaman pidana terhadap orang yang menghina Presiden/Wakil Presiden. Ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218 pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. “setiap orang dimuka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”  Bunyi pasal 218 ayat 1 KUHP  UU NO 1/2023. Bagian pasal ini menyebut  menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah  masuk dalam kategori itu. Ayat (2) pasal tersebut memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat. “yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak demokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, mengkritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden atau wakil presiden bunyi pasal 218 ayat (2) bagian tersebut menjelaskan kritik menjadi hal penting sebagai dari kebebasan berfikir yang diungkapkan melalui kebebasan berekspresi  sedapat mungkin bersifat konstruktif dalam Negara demokratis.

Pada umunya manusia bercita cita agar tak ada perbedaan kedudukan dan peranan dalam masyarakat. Akan tetapi cita cita tersebut selalu akan bertumbuk pada kenyataan yang berlainan dalam diri masyarakat. Struktur sosial dan yang mendorong mereka untuk melaksanakan kewajibannya sebagai akibat dari penempatan tersebut. maka masyarakat menghadapi dua persoalan  yaitu menempatkan individu-individu tersebut mendorong mereka agar melaksanakan kewajibannya. Apabila semua kewajiban  selalu sesuai dengan keinginan-keinginan warga masyarakat  dan sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi tidaklah demikian, kedudukan dan peranan tertentu memerlukan kemampuan dan latihan, karena kepentingnya serta peranan tersebut tidak selalu sama dan memuaskan smua pihak dalam kebijaknnya.

Kekuasaan dalam diri presiden dan wakil presiden mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat menentukan nasib berjuta juta manusia. Baik buruknya kekuasaan tadi senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu. Kekuasaan selalu ada didalam setiap masyarakat, baik yang sederhana maupun yang sudah kompleks susunannya, akan tetapi, walaupun selalu ada, kekuasaan tadi tidak dapat dibagi rata  kepada semua warga masyarakat, justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu “kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan”

Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dengan yang dikuasai, atau dengan perkataan lain. Antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain menerima pengaruh itu dengan rela atau karena terpaksa, adanya kekuasaan dan wewenang didalam setiap masyarakat merupakan gejala yang wajar, walaupun wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh masyarakat itu sendiri, karena sifatnya mungkin yang abnormal menurut pandangan masyarakat yang bersangkutan. Apabila kekuasaan dihubungkan dengan hukum maka paling sedikit dua hal yang menonjol.

BACA JUGA :   Kisah Perseteruan KH ALI BADRI Dengan Rabithah Alawiyah (7)

Pertama para pembentuk, penegak mapupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat yang mempunyai kedudukan yang mengandung unsur kekuasaan. Akan tetapi mereka tak dapat mempergunakan kekuasaanya dengan sewenang-wenang karena ada pembatasan tentang peranan yang ditentukan oleh cita cita keadilan masyarakat oleh pembatasan-pembatasan praktisi dari penggunaan kekuasaan itu sendiri. Efektifitas pelaksanaan hukum sedikit banyaknya ditentukan dengan sahnya hukum tadi, artinya apakah hukum dibentuk dan dilaksankan oleh orang orang atau badan yang benar benar mempunyai wewenang, yakni kekuasaan yang diikuti oleh masyarakat yang bercita-cita pada keadilan??..

Kedua adalah system hukum, antara lain adalah menciptakan dan merumuskan hak dan kewajiban beserta pelaksanaannya.

Permasalahan dalam pasal 218 ayat 1 KUHP UU NO 1/2023, pada ketentuan pasal 218 ayat (1) KUHP UU NO 1/2023 tentang penghinaan presiden mengatur : “ setiap orang yang dimuka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Tetapi pasal 218 ayat (2) KUHP UU NO 1/2023 mengatur bahwa “ tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) KUHP  menjadi pasal karet karena dimana memudahkan seseorang untuk dikenakan delik pidana ketika melakukan kritikan  terhadap kepala negara atau presiden, tidak itu saja melalui pasal 218 ayat (2) KUHP mengatur bilamana bertujuan untuk kepentingan umum maka tidak dapat diberikan hukuman pada ketentuan di ayat (1) tersebut. Hal ini akan mengakibatkan serba salah ketika berniat untuk mengkritik atas kinerja presiden selama berjalannya waktu, tetapi itu ditafsirkan bahwa itu merupakan penghinaan presiden  karena telah merasa dipermalukan sehingga mengakibatkan kehormatan atau harkat martabat diri presiden jatuh dimata umum.

Sebelumya pada ketentuan  KUHP lama UU NO 1/1946 mengenai penghinaan kepala Negara pada pasal 134 KUHP mengatur; penghinaan dengan sengaja terhadap presiden dan wakil presiden  diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Mengenai kebijakan hukum pidana sebagai berikut: Usaha untuk mewujudkan peraturan peraturan yang baik sesuai dengan keadaan situasi pada suatu saat. Kebijakan dari Negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk  mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Kebedaan membentuk suatu aturan hukum pidana untuk mewujudkan suatu undang-undang yang sesuai dengan keadaan sosial di masyarakat atas dasar keadilan bagi seluruh kepentingan masyarakat luas.

Prinsip hukum positif inklusif dengan pasal penghinaan presiden dalam KUHP UU NO 1/2023. Pengaturan hukum terkait penghinaan kepala Negara melalui pasal 134, pasal 136 dan pasal 137 telah dibatalkan oleh MK. Putusan ini melalui putusan nomor 013-022/PUU-IV/2006 bahwa pasal 134,136 dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konsitusi sehingga harus dibatalkan.

BACA JUGA :   Kisah Perseteruan KH ALI BADRI Dengan Rabithah Alawiyah (1)

Pengembalian pasal 218 ayat (1) KUHP UU NO 1/2023 mengenai penghinaan kepala Negara merupakan bagian dari pembangkangan konsitusi yang dimana sebelumnya telah diputuskan oleh MK bahwa telah dibatalkan atas dasar bertentangan dengan UUD 1945. Jika berdasarkan teori hukum positivis inklusif menurut aturan pengakuan (the rule of recognition) dimasukan sebagai kriteria validitas hukum sesuai dengan prinsip-prinsip moral atau nilai nilai substantif.

Pendapat Ronald dworkin prinsip hukum secara maksimal berkontribusi kepada pembenaran jika memenuhi dua syarat : (1) prinsip tersebut sejalan dengan materi hukum yang ada; dan (2) prinsipnya standar yang paling menarik secara moral dan memuaskan. Dworkin berpandangan bahwa normatif tidak hanya memutus suatu perkara berdasarkan undang-undang atau hukum tertulis saja, melainkan normatif lebih mengarah pada memutus perkara pada nilai nilai yang berkaitan dengan esensi hukum, yaitu keadilan. Esensi hukum yang berkeadilan merupakan suatu produk hukum berdasarkan kebutuhan masyarakat atas dasar cita-cita yang telah diharapkan untuk dicapai. Oleh karena itu, apabila membentuk atau menerapkan suatu pasal  maka harus mengacu pada prinsip hukum dengan moral yang terbaik. Kembalinya ketentuan hukum mengenai penghinaan presiden melalui KUHP UU NO 1/2023  tidak mencerminkan prinsip hukum positif inklusif sebagai prinsip hukum dengan menarik moral yang memuaskan. Parameter menarik moral terbaik adalah bilamana ketentuan aturan yang telah dibuat oleh penguasa tidak menjadi perdebatan hingga polemik yang berkepanjangan. Beberapa pasal-pasal dalam KUHP yang menjadi persoalan baik penghinaan presiden, penghinaan lembaga negara, kumpul kebo hingga demonstrasi tidak mencerminkan nilai-nilai aturan hukum yang berkolaborasi dengan keadaan sosial masyarakat yang demokrasi ini.

Keberadaan KUHP baru yang akan diterapkan dimasyarakat haruslah menjawab seluruh permasalahan-permasalahan hukum yang sering dialami oleh individu baik perlindungan dan kepastian hukum tersebut. Merujuk pada teori kebijakan hukum pidana bahwa kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (sosial defence) dan upaya mencari kesejahteraan masyarakat (sosial welfare).

Menghubungkan pada pasal 218 KUHP UU NO 1/2023 yang kembali mengenai penghinaan presiden tidak memperlihatkan kebijakan hukum pidana sebagai upaya perlindungan masyarakat (sosial defence) dimana kebebasan berpendapat (freedom of opinion) terkait penilaian kepemimpinan Negara sebagaimana diatur dalam pasal 28 E ayat (3) Undang-Undang dasar 1945” setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”

Didalam uraian diatas, secara terbatas dan sederhana sekali telah dicoba untuk menelaah hubungan antara struktur sosial dengan hukum (yang pada hakikatnya juga merupakan salah satu unsur dari struktur sosial tersebut). Walaupun tidak secara mendalam, telah pula diusahakan untuk mengemukakan persoalan apakah hukum yang lebih penting dari struktur sosial atau sebaliknya. Dari sekian banyak usaha-usaha yang telah dilakukan melalui keterangan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan berdasarkan pada kegunaan menelaah antara struktur sosial dengan hukum.

BACA JUGA :   Kisah Perseteruan KH ALI BADRI Dengan Rabithah Alawiyah (5)

Dalam perspektif  sosiologi. Nyata bahwa hukum merupakan suatu lembaga masyarakat fungsional yang berhubungan dan saling mempengaruhi dengan lembaga lembaga masyarakat lainnya. Hukum dalam keadaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur sosial, tetapi dalam keadaan lain, hal yang sebaliknya terjadi. Dan gejala ini merupakan dari bagian proses sosial yang terjadi secara menyeluruh .

Bagi para ahli hukum atau sarjana hukum. Hubungan antara struktur sosial dengan hukum memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang lingkungan sosial-budaya dimana hukum berlaku. Disamping itu merekapun mendapat kesempatan untuk menelaah dalam keadaan-keadaan hukum merupakan dependent variable dan bilamana hukum merupakan independent variable didalam hubungannya dengan gejala gejala sosial lainnya. Dengan mempelajari struktur sosial diketahuinya pula bahwa disamping hukum terdapat pula alat-alat pengendalian sosial lainnya didalam keadaan-keadaan tertentu lebih efektif dari pada hukum.

Sehubungan dengan apa yang dijelaskan, dapat ditemukan paling sedikit dua hipotesis yakni:

  1. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hukum yang mengaturnya.
  2. Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin banyak hukum yang mengaturnya.

 

Judul Asal : Draft sudah final, UU telah disahkan, isinya masih carut marut !!! 

Penulis : M. Mulabbil Bait (BEM Fakultas Hukum Universitas Islam Jember)

Komentar Facebook

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan