Pasca Ijazah 5 Tahun Di SMARA, Muncul Dugaan Pungli, Kartu Kuning

Jember, Pak JITU.com – Pada wawancara terkait ijazah NLS yang diduga ditahan Sekolah Menengah Atas Negeri Rambipuji (SMARA) Jember, selama 5 tahun lamanya, H. Nur Hidayatullah selaku bendahara komite membantah bahwa sekolah membebani tanggungan kepada peserta didik atau wali murid (27/7/23).

 

Namun Pak JITU.com mendapati 2 siswa SMARA yang mengaku bahwa mereka harus membayar Rp110.000,- (seratus sepuluh ribu rupiah) persiswa perbulan yang bila diakumulasikan dalam waktu satu tahun totalnya menjadi Rp1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) persiswa pertahun.

 

Pengakuan 2 siswa ini juga dilengkapi dengan ditunjukkannya kartu berwarna kuning layaknya kartu SPP bertuliskan : KARTU SUMBANGAN SUKARELA yang diterbitkan oleh Komite Sekolah SMA NEGERI RAMBIPUJI yang ditandatangani oleh ketua Komite H. Subaidi S.Pd. lengkap dengan stample.

 

“seratus sepuluh (ribu rupiah ;red) pak, perbulan,” ucap Brudin (nama samaran), menjawab pertanyaan wartawan berapa nominal yang harus dibayarkannya selama sekolah di SMARA?

 

Ditanya apakah ia dan orang tuanya tidak keberatan dengan nominal yang harus dibayarkan itu? Brudin menjawab keberatan, “orang tua saya kan buruh, kerja serabutan,”.

 

Ditanya apakah ada sangsi yang diterima siswa apabila tidak membayar? Brudin mengungkapkan siswa yang tidak membayar terancam tidak bisa ikut ujian.

 

“kalau gak bayar gak bisa ikut ujian,” kata Brudin menirukan penyampaian gurunya kepada siswa.

 

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Buna (nama samaran), yang mengaku saat ini menunggak selama sebelas bulan, Buna juga mengaku berat dengan sumbangan yang diterapkan oleh sekolah, karena menurutnya pekerjaan orang tuanya serabutan dengan penghasilan tidak menentu.

BACA JUGA :   Dugaan Pungli SMAN 2 Tanggul, Ini Penjelasan Ahli Bahasa Unej

 

“Kesulitannya terlalu besar nominalnya,” tutur Buna.

 

Ditanya apakah siswa tidak pernah menyampaikan keberatan kepada pihak sekolah? Buna menjawab, siswa bahkan sempat mempertanyakan keabsahan status sumbangannya.

 

“bahkan banyak teman-teman saya yang bilang ‘loh katanya sumbangan, tapi kenapa kok harus setiap bulan? kenapa harus dinominali?’ tapi gurunya itu menjawab ‘ya ini sumbangan untuk pembangunan sekolah’,” tutur Buna seraya menirukan perdebatan teman dan gurunya.

 

Dibagian akhir kesaksiannya Buna berharap sumbangan yang diterapkan kepadanya dan siswa-siswa yang lain ditiadakan.

 

“ya.. ditiadakan aja gitu, ya kalau emang mau cari sumbangan buat tambah pembangunan sekolah, seikhlasnya semampunya siswa untuk bayar gitu,” harapnya.

 

Sampai saat berita ini ditulis, Pak JITU.com sedang akan meminta konfirmasi lagi ke Bendahara Komite H. Nur Hidayatullah, sebagaimana sebelumnya ia menyebutkan bahwa dirinyalah yang mempunyai hak jawab terhadap media, terkait semua hal yang ada disekolah.

 

Selain itu adanya tunggakan siswa, adanya keluhan, dan adanya ijazah yang hingga 5 tahun baru diberikan karena tidak mampu membayar sisa tanggungan, ini fakta yang tidak bisa dibantah dengan pernyataan yang mengatakan itu sudah kesepakatan bersama, sudah disesuaikan dengan kemampuan dan lain sebagainya, karena fakta-fakta tersebut bertolak belakang dengan makna dari sumbangan yang bersifat sukarela, tidak ada paksaan dan tanpa konsekwensi seperti disampaikan salah satu Ahli Bahasa Universitas Negeri Jember (Unej) Dr. Muhammad Fadil S.pd. M.Pd.

BACA JUGA :   Tutup Tahun Kegiatan Keagamaan - Pemdes Tugusari Hadirkan Nuansa Ngaji Dinamis

 

Hal tersebut senada dengan maksud dari Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 44 Tahun 2012 (Permendikbud no 44 tahun 2012) tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar, disana disebutkan sumbangan bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberian.

 

Mengingat kasus dugaan pungutan liar (pungli) disekolah-sekolah negeri dengan modus sumbangan, infaq, partispasi, insidental, dan lain sebagainya ini terjadi dibeberapa sekolah negeri di Jember, dan diduga kuat terjadi disemua sekolah negeri di Jember, Pak JITU.com masih dalam upaya mendapat tanggapan Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jawa Timur Di Jember (Bakorwil 5 Jember).

 

Wartawan juga sedang berusaha meminta tanggapan pakar hukum Universitas Negeri Jember (Unej), Komisi D dan Komisi A DPRD Jember, serta Bupati Jember H. Hendy Siswanto St. Ipu. selaku dewan pembina Komite Sekolah, yang mana keberadaan komite ini diduga kuat hanya menjadi alat untuk melegalkan pungutan disekolah. (fit/fan)

 

Video Terkait :

 

Komentar Facebook

Berita Lainnya:

BACA JUGA :   SMAN 2 Tanggul Diduga Tahan Ijazah, Siswi ZM Tak Bisa Melamar Kerja, Rp 1,7 Juta Belum Lunas

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan